Menu Tutup

Pengertian, Macam-macam dan Bahaya Kekerasan dalam Media

pengertian kekerasan dalam media
pengertian kekerasan dalam media
Lindungi buah hati, awasi saat mereka sedang menonton tayangan di media

Pengertian Kekerasan dalam media – Sering kita temui beberapa informasi atau berita tindak kekerasan dalam media massa cetak, online atau elektronik / Televisi. Namun dalam peliputan berita yang mengandung unsur kekerasan tersebut harus memiliki kode etik sendiri. Apa kalian tahu bagaimana pengertian kekerasan tersebut? apa saja bahaya kekarasan yang dipublikasikan media jika disaksikan masyarakat? Berikut penjelasannya. Baca juga : Pengertian Hard News dan Contohnya dalam Dasar-dasar Ilmu Jurnalistik

Pengertian, Macam-macam dan Bahaya Kekerasan dalam Media

Untuk memudahkan pengunjung, kami telah menyiadakan eBook Pengertian dan Bahaya Kekerasan dalam media Pdf secara gratis -Direct Link PDF-

Pengertian Kekerasan Menurut Para Ahli

Pengertian Kekerasan menurut P. Lardellier (2003:18) dalam buku Etika Komunikasi : Manipulasi Media, Kekerasan, dan Pornografi, kekerasan bisa didefinisikan sebagai prinsip tindakan yang mendasarkan diri pada kekuatan untuk memaksa pihak lain tanpa persetujuan. Dalam kekerasan terkandung unsur dominasi terhadap pihak lain dalam berbagai bentuknya seperti fisik, verbal, moral, psikologis atau melalui gambar. Ungkapan nyata kekerasan dapat berupa penggunaan kekuatan, manipulasi, fitnah, pemberitaan yang tidak benar, pengkondisian yang merugikan, kata kata yang memojokkan, dan penghinaan. Baca Juga : Pengertian Soft News dan Contohnya Terbaru dalam Dasar-dasar Jurnalistik

Menurut Francois Chirpaz (2000:226), kekerasan adalah kekuatan yang sedemikian rupa dan tanpa aturan yang memukul dan melukai baik jiwa maupun badan, kekerasan juga mematikan entah dengan memisahkan orang dari kehidupannya atau dengan menghancurkan dasar kehidupannya. Melalui penderitaan atau kesengsaraan yang diakibatkannya, kekerasan tampak sebagai representasi kejahatan yang diderita manusia, tetapi bisa juga ia lakukan terhadap orang lain. Jadi, kekerasan itu tidak harus dalam bentuk fisik seperti memukul, meninju, dan sebagainya. Tetapi bisa menghancurkan dasar kehidupan seseorang.

Aspek Estetik Kekerasan pada media

Setelah mengetahui pengertian kekerasan dalam media, kita juga diberikan pemahaman bahwa didalam media terdapat presentasi kekerasan yang mengandung aspek estetik-destruktif. Hal itu mengundang ketertarikan yang bersifat mendua atau suatu bentuk paksaan berwajah ganda yaitu tertarik dan muak/jijik. Sehingga dengan adanya hal tersebut seakan menggambarkan menempatkan kenikmatan dalam perjumpaan antara keindahan dan kematian. Aspek menarik ini tentu saja dieksploitasi oleh kepentingan ekonomi atau pasar. Kekerasan yang terdapat dalam suatu film, siaran, fiksi, dan iklan menjadi bagian dari industri budaya yang mempunyai tujuan utama dalam mengejar rating program tinggi dan sukses pasar. Program yang berisi kekerasan sangat jarang mempertimbangkan aspek pendidikan, etis, dan efek traumatis penonton. Namun, pernyataan bahwa tidak semua kekerasan jelek karena ada juga presentasi dalam media yang mengandung dimensi seni, yang semakin mempersulit pemilahan mana yang mendidik dan mana yang merugikan atau destruktif. Baca Juga : Pengertian Analisis Framing dan Ruang Lingkupnya Pada Media Massa

Pengertian kekerasan dalam media pada unsur seni mencari pembenaran data

Menurut Nel (2003:42), kekerasan dalam media sebagai seni mencari pembenarannya dengan mengacu pada tiga bentuk yaitu:

  1. Horor-Regresif yaitu menunjuk pada selera publik atau seniman akan kekejaman, menyeramkan, atau tidak waras karena melampaui reaksi akal sehat. Perhatian yang ekstrem diarahkan pada yang riil, tetapi harus autentik. Bila dipresentasikan dalam gambar-fiksi, motifnya ialah karena digerakkan oleh ketertarikan pada hal yang meneror atau membuat merinding. Contohnya adalah kasus Sumanto, ia memakan daging manusia yang sempat menggegerkan masyarakat. Dan haltersebut melampaui akal sehat atau tidak waras tetapi kejadian itu benar terjadi atau nyata.
  2. Horor-Transgresif yaitu berupaya menampilkan kekerasan dalam konfigurasi seni yang baru dengan sentuhan menonjol pada apa yang belum di eksplorasi, yang terlarang, dan yang dikutuk atau yang tabu. Dan semua hal tersebut belum tentu terjadi. Contohnya adalah film Hannibal (2001) yang menceritakan tokoh fiktif bernama Hannibal Lecter yang memiliki kepribadian ganda. Di satu sisi ia adalah psikiater yang memberikan nasihat nasihat kepada mereka yang mengalami gangguan kejiwaan, disisi lainnya ia merupakan sisi gelap yang selalu disembunyikan Hannibal, yaitu seorang psikopat yang mengerikan. Ia melakukan berbagai pembunuhan dan menjadikan korbannya seperti mainan yang ia mainkan sepuas hati. Bahkan seringkali ia memberikan nasihat yang buruk kepada pasiennya. Jika dilihat dari alur ceritanya, film ini memasukkan kekerasan yang menyeramkan sebagai utamanya. Namun, tokoh ini adalah karangan atau fiktif belaka.
  3. Gambar-Simbol yaitu mengubah sesuatu yang sebenarnya konteks itu ditandai oleh kekerasan, tetapi kemudian diganti dengan tatanan yang lebih manusiawi dan dapat ditolerir sehingga akhirnya menjadi indah. Gambar-simbol memindahkan kekerasan keluar dari arena atau konteksnya, yang kemudian disembunyikan dan diseleksi melalui saringan tradisi ikonografi dan seni. Baca Juga : Pertimbangkan Hal Ini Jika Kamu Mau Menjadi Jurnalis

Bahaya Kekerasan dalam Media

Menurut hasil studi tentang kekerasan dalam media televisi di Amerika Serikat oleh American Psychological Association pada tahun 1995, yang dikutip Hrayatmoko dalam dalam bukunya, ada 3 kesimpulan menarik yang perlu mendapat perhatian serius:

  1. Mempresentasikan program kekerasan meningkatkan perilaku agresif.
  2. Mempertontonkan tayangan kekerasan secara berualang ulang sehingga dapat menyebabkan ketidakpekaan terhadap kekerasan dan penderitaan dari korban.
  3. Tayangan kekerasan dapat meningkatkan rasa takut sehingga akan menciptakan representasi dalam diri pemirsa: betapa berbahayanya dunia. Baca Juga : Pengertian Foto Jurnalistik, Syarat-syarat dan Contohnya

Pengaruh tindak Kekerasan media massa terhadap tumbuh kembang anak menurut ahli

Sophie Jehel (2003:123) mau meyakinkan betapa merusak pengaruh presentasi kekerasan dalam media bagi anak. Menurutnya, anak membutuhkan rasa aman supaya bisa menemukan tempatnya dalam masyarakat. Meskipun ada ekspresi senang, puas atau tertarik terhadap kekerasan dalam media, sering tanpa disadari anak sebetulnya bergulat dalam suatu perjuangan, kegelisahan dan ditatapkan pada berbagai pertanyaan. Dalam situasi itu, anak terpaksa harus melindungi diri dengan mengembangkan mekanisme pertahanan yang berakibat bahwa anak lebih banyak berhadapan dengan stres atau kegelisahan. Dengan demikian, seluruh energi anak harus dikerahkan untuk mempertahankan diri. Dampaknya, energi tersita sehingga justru kurang kesempatan untuk membangun identitas secara positif. Investasi dalam kegiatan konstrtuktif dan pemenuhan akan minatnya menjadi terhambat. Terlebih lagi, dalam masa pertumbuhan, gambar kekerasan bisa mempengaruhi perilaku dan persepsi anak tentang dunia.

Menentukan Batas-Batas Kekerasan

  1. Dari dimensi persepsi, masalahnya terumus dalam pertanyaan sejauh mana terkait dengan visual, pendengaran dan interaktif
  2. Dari dimensi afeksi, sejauh mana kekerasan dalam media bisa menyebabkan traumatisme, kegelisahan, dan stres.
  3. Dari dimensi estetika, bisakah ditentukan ukuran mana yang indah dan mana yang jelek atau kumuh.
  4. Dari dimensi moral, mana yang bisa dipercaya, diterima, dan berpengaruh jahat. Baca juga : Pengertian Kebebasan dan Tanggung Jawab Beserta Contohnya

Bentuk-bentuk Kekerasan Menurut Noel Nel

Selain pengertian kekerasan dalam media tersebut, terdapat bentuk-bentuk yang bisa diklasifikasikan menjadi kekerasan. Seperti bentuk-bentuk kekerasan fiksi, simulasi pada game dan yang lainnya. Menurut Noel Nel (2003:38-41) ada tiga bentuk kekerasan yaitu pertama, kekerasan-dokumen yang merupakan bagian dari dunia riil atau faktual; kedua, kekerasan-fiksi yang menunjukkan kepemilikan pada dunia yang mungkin ada; misalnya dalam kisah fiksi, film, kartun, komik, dan iklan; serta ketiga, kekerasan-simulasi yang berasal dari dunia virtual seperti dalam video games dan permainan online.

1. Kekerasan-Dokumen

Kekerasan dokumen adalah penampilan gambar kekerasan yang dipahami pemirsa atau pembaca dengan mata telanjang sebagai rekaman fakta kekerasan. Baca juga : Pengertian Paradigma Menurut Para Ahli Filsafat Komunikasi, Cek di Sini

2. Kekerasan-fiksi

Kekerasan yang dibeberkan dalam kisah fiksi bukannya tanpa meninggalkan bekas luka pada pemirsa atau pembacanya, terutama pada anak bisa meninggalkan traumatisme dan perilaku agresif. Fiksi mampu memproyeksikan keluar dari yang riil meski mungkin tidak ada dalam kenyataan. Biasanya meski jauh dari realitas, fiksi masih memiliki pijakan atau analogi dengan dunia nyata. Oleh karena itu, kekerasan-fiksi menjadi berbahaya ketika justru memberi kemungkinan baru yang tidak ada dalam dunia nyata. Contohnya adalah siaran TV Smack down.

3. Kekerasan-simulasi

Saat ini kekerasan sudah melalui pemindahan ke lingkup cyber. Bahkan kekerasan imajiner yang sulit dipercaya atau keterlaluan bisa dipresentasikan dalam layar menjadi suatu tampilan fiksi yang menciptakan ilusi realitas. Kekerasan menjadi semakin menarik karena terlindung dari dunia normal, dari hukum yang mengatur, sehingga hasrat bisa tampil dalam kebersamaan dan saling membagikan keinginan. Semua berlangsung dalam kerahasiaan, dan kekerasan bisa ditampilkan semaunya. Contoh dari kekerasan-simulasi biasa muncul pada video. Baca juga : 11 Alasan Masuk Jurusan Ilmu Komunikasi, Cocok untuk Calon Mahasiswa!

4. Kekerasan Simbolik

Benoit Heilbrunn menjelaskan bahwa kekerasan simbolik di media iklan beroperasi dengan tiga cara yaitu:

  1. Melalui kekuasaan media. Budget komunikasi suatu produk bisa mencapai 40% dari biaya produksi. Dengan alokasi yang sebanyak itu, hampir tidak ada kekuatan yang bisa melawan gerak rayuan dan ajakan tersebut. Kekerasan iklan terletak dalam kemampuannya untuk hadir di semua tempat sehingga memungkinkan untuk menembus hampir semua celah kehidupan sosial.
  2. Iklan bisa menjadi pengaruh transmisi kekerasan. Melalui strategi iklan, digunakan kemampuan mengubah kekerasan tersebut menjadi seakan bukan kekerasan.
  3. Jika kekerasan tampak dalam tema yang selalu berulang, maka pengulangan itu akan mencetak ide bahwa iklan tersebut dapat mengubah dunia dan mampu mengubah konsumen. Iklan masuk ke dalam kehidupan sehari hari para konsumen dan dengan cara yang lembut tak terasa dapat memaksakan praktek dan sikap kepada setiap orang.

Contohnya di Indonesia adalah iklan rokok Sampoerna Mild dengan semboyan “jalan pintas dianggap pantas”, yang menggambarkan petinju yang tidak pernah berlatih, lalu pada saat pertarungan, ia memakai tongkat untuk memukul lawannya. Perilaku tersebut mengakibatkan persepsi penonton iklan tersebut menjadi “mencari jalan pintas” dalam melakukan segala hal. Baca juga : Ciri Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Cek Faktanya Disini!

Kekerasan dalam Media Televisi 

Empat dasar metode dalam merekam jenis dan kejadian kekerasan di televisi:

  1. Kekerasan dalam televisi berkontribusi pada efek antisosial pada pemirsanya.
  2. Terdapat tiga jenis utama efek menonton kekerasan di televisi: mempelajari sikap dan perilaku agresif, tidak sensitif terhadap kekerasan, meningkatkan ketakutan akan menjadi korban kekerasan
  3. Tidak semua kekerasan menampilkan derajat efek berbahaya yang sama.
  4. Tidak semua pemirsa terpengaruh oleh kekerasan dengan cara yang sama.

Jadi setelah mengetahui pengertian kekerasan, bentuk-bentuk kekerasan, macam-macam kekerasan yang terkandung didalam media. Sebagai orang yang lebih tua harus memperhatikan dan mengawasi kembali tontonan anak didik kita bersama. Baca juga : Bingung Peluang Kerja Ilmu Komunikasi Apa Saja? Ini Jawabannya

Tinggalkan Balasan